Pages

Tuesday 23 February 2010

ARTIKEL - ADAB KEPADA RASULULLAH SAW


ADAB KEPADA RASULULLAH SAW

Dari Bpk. ustadz Arifin Ismail


“ Janganlah kamu menjadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada yang lain ” ( QS. An Nur / 24 : 63 ).
Diantara adab islam adalah memperlakukan seseorang sesuai dengan kedudukannya di tengah masyarakat. Seorang anak memuliakan orangtuanya baik dalam perkataan dan perbuatan. Seorang murid memuliakan gurunya , seorang pekerja menghormati majikannya, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya dalam hadis nabi mengajarkan umatnya untuk selalu memuliakan orang lain dengan sabdanya : ” Bukanlah umat kami mereka yang tidak menghormati orang yang lebih besar daripadanya, dan mengasihi orang yang lebih kecil daripadanya ”. Penhormatan dan sikap memuliakan seseorang tersebut dikalukan baik dalam memanggil orang tersebut, bercakap-cakap dengannya, menyebut namanya, dan bersopan santun di hadapannya. Itulah sebabnya pada waktu sebagian sahabat nabi memangil nabi Muhammad dengan ucapan : ” Wahai Muhammad ”, dan sebagian yang lain memangil nabi dengan ucapan : ” Ya Aba Qasim, Wahai Ayah si Qasim ”, maka Allah memberikan peringatan dan teguran kepada mereka dengan turunnya ayat : ” Janganlah kamu menjadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain ” ( QS. An Nur / 24 : 63 ). Ibnu Abbas menceritakan bahwa ayat ini turun disebabkan sebagian sahabat ada yan memangil nabi dengan kata-kata : ’ Ya Muhammad , Ya Abal Qasim ”, maka Allah menurunkan ayat tersebut, sehingga setelah itu sahabat jika memangil nabi, mereka mengucapkan : Ya Nabyyallah, Ya Rasulallah , Wahai Nabi Allah , Wahai Rasulullah ” . Hadis riwayat Abu Nuaim ( Tafsir al Munir / jilid 9 , hal.656 ).
Qatadah berkata : Dengan ayat ini Allah melarang untuk memangil nabiNya dengan pangilan biasa, tetapi dianjurkan agar menghormatinya, memuliakannya. Mujahid ( seorang tabiin (pengikut sahabat ) berkata dalam menafsirkan ayat ini : ” Janganlah kamu memanggilnya dengan hanya menyebut namanya saja ” Ya Muhammad ”, dan juga jangan kamu pangil dia dengan kata-kata : ” Ya Abdallah ( Wahai hamba Allah ), akan tetapi muliakanlah dia dan katakanlah : ” Ya Nabi Allah, Ya Rasulullah ” . Ibnu Kasir memberi komentar dalam tafsirnya : ” Ini semua merupakan adab dalam memangil , menyebut nabi, dan bercakap-cakap dengan nabi Muhammad saw. ( Tafsir Ibnu Kasir, jilid 3, hal. 339 ).
Dari ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa memanggil nabi Muhammad tidaklah boleh dengan menyebut namanya sahaja, sebab nabi Muhammad mempunyai kedudukan mulia bagi umatnya, malahan bagi mannusia dan alam semesta. Oleh sebab itu merupakan adab seoran muslim untuk memuliakan nabi Muhamad saw.
Dalam ayat yang lain, Allah juga mengajarkan kepada kita baaimana bersikap dengan penuh adab kepada Rasulullah, sebaaimana tersirat dalam ayat : ” Wahai orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesunguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui ” ( QS. 49 : 1 ). Ibnu Kasir menyatakan bahwa : Dengan ayat ini Allah mendidik hamba-hambaNya yang beriman bagaimana bersikap dan bermuamalah di hadapan Rasulullah dengan penuh penhormatan, kemuliaan. Seakan-akan makna ayat ini adalah janganlah kamu lebih cepat dari Rasulullah dalam melakukan sesuatu baik di hadapan beliau, maupun di belakang beliau, tetapi kamu harus mendahulukan beliau dalam segala urusan. ( Tafsir Ibnu Kasir, jilid 4, hal.224 ). Ibnu Abi Dunya menyatakan bahwa pada waktu itu ada sebagian sahabat nabi menyembelih hewan qurban sebelum rasulullah melalukan penyembelihan, sehingga turunlah ayat ini, sehingga mereka mengulangi penyembelihan tersebut. Kisah yang sama juga diceritakan oleh Ibnul Mundzir daripada Hasan al Basry.
Ayat selanjutnya juga memerintahkan umatnya untuk beradab di depan rasulullah sampai dalam volume bersuara sebaagimana dinyatakan dalam ayat : ” Hai orang yang beriman, janganlah kamu meningikan suaramu lebih dari suara nabi, dan janganlah kamu berkata-kata kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang – orang yang merendahkan suaranya di hadapan Rasulullah, itulah orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar ” ( QS. Al Hujurat /49 : 2-3 ) .
Khalifah Umar bin Khattab menceritakan bahwa pada suatu hari dia mendengar suara yang agak keras dari dua orang yang sedang berada di dalam masjid nabi, maka khalifah Umar bin Khattab bertanya kepada kedua orang tersebut : ” Kamu berdua datang dari daerah mana ? Mereka menjawab : ” kami berdua berasal dari daerah Taif ”. Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan : Seandainya kamu berdua ini adalah penduduk madinah, pasti kalian berdua sudah kupukul ”. Ulama menyatakan bahwa dengan kejadian diatas maka makruh meningikan suara walaupun di masjid nabi, sebab di dalam masjid nabi terdapat makam Rasulullah saw, sebagaimana juga tidak dibolehkan untuk meninggikan suara di masa beliau hidup. ( Tafsir Ibnu Kasir jilid 4, hal.226 ). Begitulah ketegasan Khalifah Umar bin Khattab menjaga umat islam agar beradab dengan Rasulullah walaupun beliau telah wafat.
Akhir-akhir ini, kedudukan nabi Muhammad saw selalu dipermainkan baik oleh umat islam sendiri ataupun oleh mereka yang bukan islam. Sebagai contoh, seorang tokoh Jaringan Islam Liberal, Luthfi Syaukani menyatakan bahwa kedudukan Lia Eden yang mengaku sebagai rasul sama dengan kedudukan nabi Muhammad yang mengaku sebaai rasul, sehingga wajar kalau dia dibenci. Pernyataan seperti ini adalah tudak pantas keluar dari mulut seorang yang menaku muslim, dimana dia mendudukkan nabi Muhammad sama dengan manusia sesat seperti Lia Eden. Inilah gaya islam liberal, dimana bagi mereka Nabi Muhammad adalah manuysia biasa, karena dia manusia maka kedudukannya sama dengan yang lain, tanpa harius dihormati. Inilah akibat dari sikap liberalisma, bebas daripada adab, sebab bagi mereka semua adalah sama, berdasarkan faham demokrasi, semua sama. Demikian juga terjadi beberapa waktu yang lalu dimana seorang dosen perguruan tinggi islam di Indonesia melarang mahasiswanya menuliskan kalimat b” Sallalaahu alaihi wasallam ” dengan singkatan s.a.w dibelakang nama ” Muhammad ”. Dengan alasan, bahwa skripsi/thesis/disertasi adalah sebuah tulisan ilmiah, maka tidak boleh ada embel-embel, apalagi tulisan ” s.a.w” di belakang nama Muhammad, walaupun dia itu seorang nabi, seorang Rasul utusan Tuhan. Dengan landasan keilmuan, maka Muhammad diletakkan hanya dengan nama saja, tanpa ada sedikitpun kalimat ” nabi ” sebelumnya atau kalimat ” s.a.w ” di belakangnya.
Demikian juga sewaktu filem ” Fitna ”yang menghina nabi beberapa waktu yang lalu, maka dimana-mana muncul gerakan membela kemuliaan nabi. Sebagian umat kafir berkata ” mengapa umat islam begitu sensitif jika nabi mereka disinggung ”. Lihat kami , jika nabi kami, malah tuhan kami dipermainkan, maka kami tidak sensitif dan tidak bising. Mereak tidak mengetahui bahwa jika umat Islam sensitif dengan kata-kata, sikap dan ucapan yang menghina nabi, itu bukan masalah emosi, tetapi masalah adab kepada nabi yang diperintahkan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman, sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat diatas. Itu juga bukan terorisme, sebab terorisme adalah merusak dan melakukan perbuatan nyang berbahaya kepada yan lain; sedangkan penghormatan kepada nabi dan menjaga kemuliaan nama, pribadi, nabi Muhammad bukanlah suatu bentuk tindakan terorisme, tetapi merupakan adab islam dan harga diri seorang muslim.
Dalam bulan abiul awwal ini sudah selayaknya umat Islam melihat kembali bagaimana dia bersikap dengan Rasulullah. Hari ini dengan alasan macam-macam entah itu ilmiah, apalagi budaya global, kadang-kadang umat Islam sudah melupakan kewajiban mereka untuk memuliakan Rasulullah. Padahal jika mereka tidak memuliakan rasulullah, apalagi jika mereka menghina Rasulullah, padahal mereka mengaku beriman , maka hal tersebut dapat menhapuskan pahala amal kebaikan mereka sebagaimana dinyatakan ayat diatas, dan malahan akan mendapat siksaan di akhirat. Tetapi sebaliknya jika mereka memuliakan Rasulullah, maka mereka akan mendapat pahala dan ampunan Allah subhana wataala. Fa’tabiru Ya Ulil albbab.( Buletin dakwah "renungan jumat ISTAID " / Muhammad Arifin Ismail/ 24/02/2010)

Friday 19 February 2010

PENGAJIAN


Pengajian dan Silaturahmi Muslim ke III 2010



Mas Munji Syarif sebagai tuan acara, 
pak Muntaha ustadz Pengisi  
Tanggal : Jum'at, 19 Februari 2010, 5 Rabiul Awal 1413 H 
Tempat C22 - 03 Havanna Serimaya.


Topik - Sunnah Rasulullah SAW sebagai sumber hukum Islam

APA-APA SAJA YANG DISAMPAIKAN USTADZ MUNTAHA
Definisi Sunnah Rasulullah saw
  • Ushul Fiqh: “Yang datang dari Nabi saw selain al-Qur’an, baik dari ucapan maupun perbuatan
  • Ahli Hadits: “Semua yang disandarkan kepada Nabi saw, baik dari ucapan, perbuatan, sifat fisik, akhlak”. (Hal ini disebabkan ahli hadits perhatiannya tertumpu pada periwayatan berita tentang Nabi
  • Terminologi Fiqih: “Sunnah adalah sesuatu yang dianjurkan untuk dilakukan, namun tidak diwajibkan”.
  • Terminologi Aqidah: “Sunnah adalah kebalikan dari bid’ah”, dari sinilah akhirnya muncul istilah “Ahlussunnah”, sebagai aliran dalam aqidah.


Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an (1-2)
Fungsi Sunnah
Jenis-Jenis Sunnah

Foto2 Pengajian dan Silaturahmi ke III - Muslim KL